Perempuan dan Patriarki
Sunday, September 8, 2019
Add Comment
![]() |
Source : https://lakilakibaru.or.id |
Kebudayaan memiliki peran yang sangat penting untuk mengarahkan peradaban manusia, sehingga kehidupan yang berlangsung dapat berjalan sesuai dengan koridornya masing- masing. Tetapi apa jadinya jika kebudayaan yang menjadi pegangan setiap orang cenderung mendiskriminasi sebagian kaum, sebut saja budaya patriarki yang selama ini masih mengakar dan terus berkembang.
Budaya
patriarki yang bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan pada akhirnya
disadari secara kolektif, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa sebenarnya kaum
perempuan telah ditindas dengan adanya budaya patriarki tersebut. Dari
munculnya kesadaran, lalu timbulah pergerakan perempuan yang menjadi dasar
untuk melakukan transformasi sosial guna membangun budaya yang lebih
menguntungkan antara pria dan wanita.
Berbicara
mengenai patriarki di Indonesia, sepertinya kita semua harus berterima kasih
kepada pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini, karena berkat beliau budaya
patriarki di Indonesia bisa sedikit terkikis. Kartini merupakan sosok
inspiratif yang lahir pada abad ke- 19, dimana pada waktu itu ada tiga budaya
yang menindas perempuan; Patriarki, feodal, serta kolonial.
Sebagai
seorang yang cerdas dan concern dengan budaya- budaya yang meminggirkan
perempuan, Kartini mencoba memberanikan diri untuk membongkar budaya tersebut
dan mencari akar permasalahannya sehingga nantinya beliau bisa merekonstruksi
budaya yang pastinya tidak merugikan sebagian golongan tertentu.
Meskipun
perjalanan hidup kartini bisa dikatakan sangat pendek, tetapi semangatnya
Kartini telah membuka gerbang untuk hak- hak yang bisa diakses perempuan
terutama hak mendapatkan pendidikan yang tinggi.
Budaya
patriarki yang telah dipotong di awal abad ke- 20 pada kenyataannya masih dapat
menumbuhkan benih- benih kebudayaan yang menindas kaum perempuan. Permasalahan
yang telah diselesaikan memunculkan permasalahan baru yang harus diselesaikan
pula. Meskipun perempuan telah memiliki hak yang sama dalam menempuh pendidikan
yang tinggi, tetapi tetap saja masih banyak stereotype
yang muncul untuk melabeli kaum perempuan, seperti ; perempuan itu sifatnya
keibuan, perempuan itu lemah, perempuan itu terlalu berperasaan, perempuan itu
tidak objektif, dan lain sebagainya.
Dari
banyaknya stereotype yang muncul pada
akhirnya akan membuat budaya patriarki semakin berkembang dan terus meningkat,
dan hal ini akan menimbulkan efek yang sangat merugikan perempuan seperti dalam
aspek fisik yaitu pemerkosaan, kekerasan dan lain- lain. Selain itu stereotype pada perempuan juga akan
mengurangi peran perempuan dalam aspek sosial, politik, ekonomi, dan lain
sebagainya.
Banyak
sekali propaganda- propaganda yang telah dipublikasikan guna menyadarkan para
perempuan bahwa sebenarnya mereka telah ditindas dengan budaya patriarki.
Bahkan dalam ranah perfilman yang bisa dikatakan sebagai produk yang sangat
diminati kaum milenials, saat ini telah memberikan banyak konstribusi aktif
untuk memberikan kesadaran bagi kaum perempuan, seperti adanya film Captain Marvel, Wonder Women dan lain-
lain.
Antara
Perempuan dan Pria pada hakikatnya harus memiliki peran dan hak yang sama dari
berbagai macam aspek. Perempuan tidak bisa dicap lemah dan lebih rendah
daripada laki- laki. Salah satu representasi dari keberanian dan kuatnya
perempuan adalah sosok Malala Yousafzai yang berasal dari Pakistan. Sejak umur
15 tahun dia sudah menjadi aktivis untuk hak- hak pendidikan bagi kaum
perempuan, karena pada waktu itu ada kelompok Taliban yang telah menguasai
aspek sosial dan politik di Swat Valley sehingga hak dan peran perempuan dalam
ranah pendidikan terpotong.
![]() |
Source : newsweek.com |
Meskipun usianya sangat muda, tetapi Malala sangat aktif untuk menyuarakan hak pendidikan untuk kaum perempuan, sampai pada akhirnya dia ditembak oleh kelompok Taliban dibagian wajahnya.
Dari
cerita tersebut, kita tidak bisa menandai kaum perempuan dengan klaim- klaim
yang melemahkan, bahwa perempuan itu tidak bisa apa- apa, perempuan itu lemah
dan lain sebagainya. Cerita Malala Yousafzai memberikan fakta baru bahwasanya
perempuan itu bisa berperan dalam berbagai macam aspek kehidupan.
Budaya
patriarki semakin berkembang dengan adanya dukungan dogma- dogma agama yang salah
dalam penafsiran guna menyisihkan kaum perempuan. Bahkan terkadang banyak kaum-
kaum konservatif yang memiliki pandangan kontradiktif terhadap pergerakan
perempuan untuk menuntuk kesetaraan hak.
Perkelahian
argumen antara budaya patriarki dengan gerakan perempuan pada akhirnya akan
membentuk suatu sintesis baru yang lebih relevan untuk peradaban manusia,
sehingga nantinya akan ada kehidupan yang lebih damai dan tenang tanpa adanya
kelas antara laki- laki dan perempuan, karena sejatinya kehidupan akan lebih indah ketika
melihat dua pasangan berjalan beriring diatas jalan yang sama daripada melihat satu
pasangan digiring pasangan yang lain layaknya domba yang ingin dibawa ke ladang.
0 Response to "Perempuan dan Patriarki"
Post a Comment