Labelisasi Kata Bucin yang Menurut Saya Tidak Relevan Sama Sekali
![]() |
Source : Unsplash.com |
Banyak
diantara kita yang mungkin sering dilabeli atau melabeli seseorang dengan
istilah “Bucin” atau “Budak Cinta” ketika ada orang- entah cewe atau cowo-
memperlihatkan keromatisannya diruang publik, mungkin di dunia maya ataupun
didunia nyata seperti ditaman kota, bis umum, ataupun diangkringan tempat para
filsuf ngopi dan diskusi. Kadang kata “Bucin” dilontarkan dengan nada bercanda,
kadang- kadang juga dilontarkan dengan nada serius menyindir.
Sebenarnya
bukan hanya orang yang mengumbar keromantisan saja yang dilabeli “Bucin”,
tetapi banyak diantara kita melabeli orang dengan istilah “Bucin” hanya karena
dia sering memprioritaskan pasangan daripada hal lain yang sebenarnya hal lain tersebut
jauh lebih penting dan Urgent daripada
pasangannya.
Hal
semacam ini bukan menjadi permasalahan yang serius, karena sudah menjadi
keniscayaan bahwa dari generasi ke generasi pasti tercetus istilah- istilah
yang aneh, unik dan kadang menghibur. Selain labelisasi Kafir, bid’ah, ahli neraka atau istilah lainnya, bucin juga menjadi
trend labeling yang sangat mudah
dilontarkan ke orang lain.
Kalau
kita melihat sejarah panjang kemunculan istilah “Bucin” atau “Budak Cinta”,
sebenarnya istilah ini muncul ketika channel youtubenya SkinnyIndonesian24
membuat konten unik dan kreatif mengenai cinta. Sebuah konten satire yang
ditujukan kepada orang- orang yang terlalu mencintai pasangannya daripada hal-
hal lain yang sebenarnya jauh lebih esensial atau bahkan cintanya terhadap
pacar jauh melebihi cintanya kepada diri sendiri.
Seiring
berjalannya waktu, dengan viewers video
yang sangat banyak, konsepsi ”Bucin” mulai sedikit bergeser, sekarang kata
“Bucin” lebih banyak disematkan untuk orang- orang yang sering memperlihatkan
keromantisan hubungan pacarannya ke ranah publik, misal saja seperti seseorang
upload foto gandengan tangan, pelukan, status yang cenderung galau akan cinta,
ataupun yang lain.
![]() |
Source : Unsplash.com |
Sedikit
membingungkan ketika istilah “Budak Cinta” dilabelkan ke orang- orang yang mengumbar-
umbar keromantisan hubungan mereka ke ranah publik. Padahal secara makna budak
adalah orang yang tidak merdeka, artinya mereka kurang memiliki kebebasan untuk
melakukan sesuatu. Sedangkan orang- orang yang mengumbar kemesraan adalah
orang- orang yang memiliki kebebasan dan kemerdekaan cinta. Mereka memiliki privilege lebih dalam sebuah hubungan
daripada orang- orang jomblo yang
sering melontarkan istilah “Budak Cinta” ke pasangan tersebut.
Kemerdekaan
cinta memunculkan banyak sekali privilege
yang bisa jadi tidak dimiliki oleh orang- orang yang tidak memiliki pasangan.
Misalnya saja, mereka yang berpasangan memiliki kebahagiaan ketika diucapkan “Good Morning, honey” setiap pagi oleh
pacarnya, atau mungkin mereka yang berpacaran memiliki hak diberikan kado
istimewa ketika hari ulang tahun oleh pacarnya, dan contoh privilege lain yang dimiliki oleh mereka yang sudah berpasangan.
Privilege atau hak istimewa orang- orang yang memiliki
pasangan bisa dalam bentuk apapun, bahkan hak disakiti dan menyakiti orang yang
dicintainya pun mereka memiliki, misalnya berselingkuh, jalan sama orang lain, ghosting ke pasangan, dan lain
sebagainya, itu merupakan hak- hak istimewa yang tentunya tidak dimiliki oleh
orang yang belum memiliki pasangan.
Lantas,
kenapa mereka yang suka mengumbar kemesraan diruang publik lebih sering
diberikan label “Bucin”? Bukankah ini merupakan tindakan diskriminatif? Atau
bisa jadi ini merupakan ketidakterkaitan labeling
dengan apa yang dilakukan oleh pasangan tersebut. Lha wong mereka saja sebenarnya lebih merdeka atas cinta kok, daripada kita yang jomblo dan memaksakan diri untuk
memiliki pasangan. (M.Si)
0 Response to "Labelisasi Kata Bucin yang Menurut Saya Tidak Relevan Sama Sekali"
Post a Comment